Book Girl
“Hei, awas!”
sebuah teriakan keras memperingatkannya dari tengah lapangan basket.
Kepala diikat kuncir kuda itu menoleh. Terlambat. Bola basket yang
menghantam ke arahnya terlalu deras. Tak sempat lagi menghindar. Buku di
tangannya terlempar, lalu ia tersungkur…
***
Beberapa menit
sebelum siuman, Levita mengendus aroma minyak kayu putih yang kuat.
Pijatan ringan di kening dan pelipisnya terasa nyaman. Sepasang mata
bulat yang dinaungi bulu mata lentik itu mengedarkan pandang ke
sekitarnya.
“Kamu sudah sadar?” Suara lembut Ibu Kinanti menyapa.
Gadis enam belas
tahun itu menganggukkan kepala. Kegugupan melandanya begitu menyadari
kehadiran sosok menjulang di belakang sang guru matematika. Kapten
basket yang telah “menghadiahinya” lemparan bola di siang itu.
“Maaf, tapi aku sudah memperingatkanmu,” ucapnya datar.
Suaranya saja sudah membuat gelagapan. “Eh, oh, nggak apa-apa, kok.”
Sosok berkarisma itu mengedikkan bahu lalu berlalu pergi setelah berpamitan. Meninggalkan getaran pesona di hati murni Levita.
***
“Hei, Ndut!” Lihat-lihat dong!” sentak Monita. Tubuh kapten cheers sang primadona sekolah itu terdorong ke depan.
“Maaf ya, aku nggak sengaja…” ucap Levita cemas.
Beberapa anak
yang mengantri di belakangnya cekikikan. Mereka sengsaja mendorong tubuh
bongsor Levita agar menabrak tubuh langsing sang “princess”. Mengharapkan tontonan keributan gratis.
“Enak aja bilang maaf… Ketabrak kamu kayak ketabrak truk, tau! Sepasang alis indahnya berkerut. Paras jelitanya terlihat galak.
“Truk kutu buku!” ejek seseorang.
“Awas, truk mo lewat! Minggir, please!”
Suara tawa
bergemuruh di kantin itu. Semuanya mencemooh Levita. Menjadikan berat
tubuhnya yang jauh melampaui rata-rata sebagai lelucon. Hingga suara
lantang menghentikan semua orang.
“Hentikan! Kalian sudah keterlaluan!”
Levita bergetar
menahan malu dan tangis. Kali ini ia tak tahan lagi. Selama ini nama
aslinya sudah terlupakan. Kecuali guru dan satpam sekolah, seisi sekolah
memanggilnya ”ndut” singkatan dari gendut. Tapi, baru kali ini ia
diperlakukan hina di depan semua orang. Apalagi di hadapan Diaz, kapten
basket yang seminggu terakhir menghiasi mimpi-mimpinya. Usahanya
menghentikan semua ini, tak merubah apapun. Hati gadis itu terlanjur
hancur. Berlumur rasa malu yang teramat dalam.
Setengah berlari Levita menuju ke toilet. Menguncinya rapat-rapat. Menyesali berat badannya yang “over”.
Mengutuki wajah bulatnya yang terpantul pada cermin wastafel. Menyesali
lipatan dagu dan lehernya. Meratapi nasibnya sebagai seorang gadis yang
memiliki tubuh jauh dari ideal.
***
Sejak kejadian
itu Levita menutup dirinya dengan tembok tinggi. Ia berhenti mencoba
berteman dengan siapapun. Tak lagi memaksakan diri untuk bertegur sapa. Toh, semua itu sia-sia. Tak ada siapapun yang tulus berada di dekatnya. Benar-benar menginginkannya. Tak seorangpun.
Melewati jam-jam
di sekolah justru kini terasa lebih menyiksa lagi. Seandainya mentari
lebih cepat bergulir menjemput rembulan. Seandainya ia tak harus
bersekolah dan boleh menghabiskan waktu melahap novel-novel kesukaannya
dalam kamar sepanjang hari. Tanpa harus berbasa-basi dengan siapapun
selain adik, mama dan papa. Keluarga yang akan selalu menerimanya
sebagai suatu kelebihan, bukan kekurangan.
“Hei, nggak baik kelamaan melamun!” Seseorang mengejutkannya.
Levita mengeluh
dalam hati. Ternyata duduk sendirian di pojok di sekolah ini pun tak
bisa meluputkannya dari gangguan. Ketika memalingkan wajah, ia hampir
tak mempercayai penglihatannya. Ia menutup novel yang sedang “dibacanya”
dengan lamunan.
“Diaz? Kamu?”
“Santai saja. Ekspresimu seolah-olah kamu sedang melihat hantu,” ucapnya sambil tersenyum.
“Oh, nggak. Aku nggak bermaksud…”
Kapten basket itu menyela ucapannya, “boleh aku duduk di sini?”
Mimpi apa dia semalam? Diaz mau duduk di sebelahnya!
“Silah-kan,” jawabnya gugup.
Keheningan menggantung beberapa detik kemudian. Sebelum akhirnya cowok itu mulai bicara, “kok sendiri?”
“Mmm… lagi ingin aja.”
“Karena semua orang mengejek kamu?”
“Mungkin.” Jantung gadis itu berdetak lebih cepat. Pembicaraan ini sepertinya akan berujung pada…
“Kenapa perduli? Tonjolkan saja kelebihan yang kamu punya.”
Kelebihan? Selain bobot tubuhnya, memangnya kelebihan apalagi yang ia punya?
“Raisa, adikku, punya masalah persis sepertimu. Tapi ia jadi gadis yang hebat. Semua orang mengaguminya.”
Benak gadis itu bertanya-tanya. Masa sih orang yang sesempurna ini punya adik seperti dirinya?
Rupanya Diaz menangkap keraguannya. “Nggak percaya? Nih, fotonya.” Ia menunjukkan sebuah foto dari dompetnya.
Foto gadis bertubuh seukuran dirinya itu tersenyum lebar. Terlihat ceria dan bersemangat. Sangat jauh dari kesan muram.
“Kamu tahu, ia akhirnya menjadi pendiri sekaligus ketua klub pecinta tumbuhan di sekolahnya. Hebat, kan?”
“Luar biasa…” desah Levita.
“Kamu juga bisa, kok.”
Levita
tercenung. Selain kegemarannya membaca, memangnya apa lagi yang ia
punya? Deretan novel yang berderet rapi di perpustakaan mini miliknya
tiba-tiba melintas.
“Yang penting kamu mau dan punya keyakinan. Aku bersedia membantu, kok,” imbuh Diaz meyakinkannya.
“Sungguh?”
“Sungguh! Asal… kamu serius.”
“Hmmm… baiklah, kucoba.”
“Bersalaman?”
Levita mengulurkan tangan sambil tersipu.
“Untuk semangat baru?”
“Untuk klub buku sekolah ini.”
“Klub buku?” Diaz membelalak penuh tanya.
“Kebetulan cuma itu hobi yang kupunya.”
“Menarik juga. Oke, demi klub buku?”
“Demi klub buku!”
Minggu itu dan
minggu-minggu berikutnya menjadi waktu tersibuk bagi gadis itu. Diaz
mengajaknya menghadap kepala sekolah hingga pengurus mading. Semua itu
agar klub buku diakui sebagai ekskul sekolah sekaligus sebagai ajang
promosi. Sebagai siswa yang memiliki segudang prestasi, Diaz mendapat
dukungan sepenuhnya. Apalagi rekan-rekannya satu tim dengan sukarela
membantu meyakinkan para guru dan siswa. Dalam waktu satu bulan, klub
buku sekolahpun resmi berdiri.
Awalnya reaksi para siswi cukup keras. Terutama dari Monita dan teman-teman cheers-nya
yang selalu memandang sebelah mata. Kemanapun ia melangkah, sorot mata
sinis selalu mengikutinya. Malah mereka tega mencoret-coret pamflet klub buku yang ditempel di mading sekolah. Hingga suatu hari, pamflet itu raib entah kemana.
Mental Levita
sempat terpuruk. Bahkan menangis. Ia malah sempat berpikir untuk
menghentikan rencananya. Namun Diaz terus menyemangatinya. Membuatnya
kembali bangkit dan berjuang.
***
Hari ini adalah
pertemuan pertama klub buku setelah sebulan lamanya berdiri. Hanya ada
sepuluh anggota yang mendaftar. Mereka kategori siswa dan siswi yang
dipandang “aneh” di sekolah. Tapi bagi Levita, mereka awal yang baik
untuk memulai.
Saatnya
memberikan sambutan sekaligus membuka pertemuan. Levita dilanda
kegugupan luar biasa. Ia melirik ke arah Diaz. Cowok itu mengangguk dan
tersenyum ke arahnya. Semangatnya bangkit kembali. Sore itu Levita
terlihat berbeda. Rambut kuncir kudanya sekarang tergerai dengan
potongan model baru. Sapuan tipis bedak dan lipgloss membuatnya terlihat lebih segar.
“Selamat sore teman-teman!”
Seluruh anggota klub menyambut salamnya.
“Terimakasih karena sudah mau bergabung dengan klub ini. Semoga kita bersenang-senang dan betah di sini…”
Semuanya bertepuk tangan.
“Awalnya, saya mencintai buku sekedar menghibur diri. Terutama untuk melupakan kekurangan saya. Kalian semua bisa melihatnya…”
Seluruh anggota terkekeh. Sejenak ruangan itu menjadi riuh.
“Dulu saya sangat membenci diri sendiri. Saya lupa, mencintai diri sendiri adalah jalan terbaik mensyukuri kehidupan…”
Levita menarik
nafas sejenak lalu menatap lembut pada kapten basket sekolah. Sesaat
mereka bertatapan melempar senyum. Segera terdengar suara-suara
menggoda.
“Sungguh tak disangka, kebencian itu malah mengantarkan saya pada cinta. Tentu saja dengan buku sebagai mak comblang-nya…”
Kalimat gadis
itu membuat ruangan kembali ramai. Diaz, mengacungkan jempol ke arahnya.
Sang kapten telah mengungkapkan perasaannya seminggu lalu lewat
pembatas buku dalam bingkisan novel baru. Pipi chubby Levita merona merah. Tapi ia harus menyelesaikan kalimatnya.
“Selamat bergabung bagi kita semua. Mari mencintai buku seperti kamu mencintai diri sendiri. Semoga cinta juga menemukanmu!”
Kalimat
terakhirnya mengundang tepuk tangan meriah. Sore itu berakhir manis.
Kebencian gadis itu pada dirinya pupus tak bersisa. Berganti dengan
hangatnya cinta dari keluarga, teman-teman seklub, juga Diaz… Bahkan
kekurangan, ternyata tak mampu menahan datangnya cinta…
PROMO TERBARU DARI AFRIANI SHOP CELLULER UNTUK THN 2015 BERBAGAI TIPE HANDPHONE SEPERTI BlackBerry>Samsung>Smartfren.
BalasHapusSony>Nokia>Apple>Acer>Canon>Dell>Nikon>DLL Bila berminat silahkan
Hotline : HP: 082311467788 ( BB 295a367f ) http://www.afrianishop.com
Ready stock barangx
Samsung Galaxy E7
Baru : Rp. 2.200.000
Samsung Galaxy J5
Baru : Rp. 1.300.000
Samsung Galaxy S6
Baru : Rp. 5.700.000
Samsung Galaxy
Baru : Rp. 1.100.000
Samsung Galaxy A3
Baru : Rp.2.800.000
Samsung Galaxy Core Prime
Baru : Rp. 1.100.000
Samsung Galaxy Core
Baru : Rp. 2.800.000
Samsung Galaxy S5 Plus
Baru : Rp. 5.800.000
Samsung Galaxy A5Max
Baru : Rp. 1.700.000
Samsung Galaxy S5 Active
Baru : Rp. 4.890.000
Samsung Galaxy Tab Active LTE
Baru : Rp. 3.750.000
Samsung Galaxy Avant
Baru : Rp. 1.250.000
Samsung Galaxy Ace 4
Baru : Rp. 1.100.000
Samsung I8200 Galaxy S III Mini VE
Baru : Rp. 1.399.000
Ssmsung Z
Baru : Rp. 1.899.000
Samsung Galaxy S3 Neo
Baru : Rp. 1.699.000
Samsung Galaxy ATIVE SE
Baru : Rp. 3.850.000
Samsung Galaxy Note 3 Neo Lite
Baru : Rp. 3.799.000
Samsung Galaxy S5
Baru : Rp. 5.499.000
Samsung Galaxy J
Baru : Rp. 3.455.000
Samsung Galaxy E7
Baru : Rp. 2.200.000
Samsung Galaxy J5
Baru : Rp. 1.300.000
Samsung Galaxy S6
Baru : Rp. 5.700.000
Samsung Galaxy
Baru : Rp. 1.100.000
Samsung Galaxy A3
Baru : Rp.2.800.000
Samsung Galaxy Core Prime
Baru : Rp. 1.100.000
Samsung Galaxy Core
Baru : Rp. 2.800.000
Samsung Galaxy S5 Plus
Baru : Rp. 5.800.000
Samsung Galaxy A5Max
Baru : Rp. 1.000.000
Samsung Galaxy S5 Active
Baru : Rp. 4.890.000
Samsung Galaxy Tab Active LTE
Baru : Rp. 3.750.000
Samsung Galaxy Avant
Baru : Rp. 1.250.000
Samsung Galaxy Ace 4
Baru : Rp. 1.100.000
Samsung I8200 Galaxy S III Mini VE
Baru : Rp. 1.399.000
Ssmsung Z
Baru : Rp. 1.899.000
Samsung Galaxy S3 Neo
Baru : Rp. 1.699.000
Samsung Galaxy ATIVE SE
Baru : Rp. 3.850.000
Samsung Galaxy Note 3 Neo Lite
Baru : Rp. 3.799.000
Samsung Galaxy S5
Baru : Rp. 5.499.000
Samsung Galaxy J
Baru : Rp. 3.455.000